Kebijakan Luar Negeri Gender-Blind dan Realitas Kesenjangan Gender Global: Mengurai Tantangan Menuju Kesetaraan

Ilustrasi Kebijakan Luar Negeri (Foto: qlee.xyz )
Ilustrasi Kebijakan Luar Negeri (Foto: qlee.xyz diambil dari pixabay)


KuliahMandiri.my.id. Sumedang, 13 Desember 2023- Kebijakan luar negeri merupakan kerangka langkah-langkah dan strategi yang diterapkan oleh suatu negara terhadap negara-negara lain. Dalam konteks ini, fokus pada kebijakan luar negeri gender-blind atau tanpa memperhatikan gender menimbulkan pertanyaan kritis tentang dampaknya terhadap realitas kesenjangan gender global. Artikel ini akan membahas secara rinci kebijakan luar negeri gender-blind, mencermati realitas kesenjangan gender global, dan menggambarkan perlunya transformasi dalam pendekatan kebijakan luar negeri untuk mencapai kesetaraan.

Baca juga: Babinsa: Peran Strategis dalam Pembangunan dan Pertahanan Negara

Kebijakan Luar Negeri Gender-Blind: Pandangan Awal

Mayoritas kebijakan luar negeri yang dimiliki oleh negara-negara saat ini dapat dikategorikan sebagai 'gender-blind', yang berarti kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan dampak berbeda pada laki-laki dan perempuan. Meskipun pada awalnya kebijakan ini mungkin terlihat sebagai langkah positif, pada kenyataannya, beberapa negara menghadapi kegagalan dalam mengakui dan mengatasi diskriminasi, ketidaksetaraan, dan kekerasan gender.

Berdasarkan data dari The World’s Women 2015 Trends and Statistics, perempuan di berbagai belahan dunia masih mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk, termasuk fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Lebih dari 125 juta anak perempuan dan perempuan menjadi korban mutilasi genital di Afrika dan Timur Tengah. Dalam hal pengambilan keputusan dan kekuasaan, perempuan hanya memegang sebagian kecil posisi pengambilan keputusan di lembaga publik dan swasta.

Realitas Kesenjangan Gender Global: Tantangan dan Fakta yang Mencengangkan

Berdasarkan Global Gender Gap (GGP) Report 2017, terdapat kesenjangan gender yang signifikan di seluruh dunia. Rata-rata kemajuan 144 negara yang tergabung dalam GGP mencapai skor 0,680 pada tahun 2017. Ini berarti masih ada kesenjangan rata-rata sebesar 32% yang perlu diatasi untuk mencapai kesetaraan gender universal.

Dalam indeks GGP, terdapat disparitas yang mencolok. Indeks political empowerment, yang mencakup keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan politik, hanya mencapai 23% kesenjangan yang teratasi, sementara indeks health and survival mencapai 96% kesenjangan yang teratasi. Data ini mencerminkan adanya ketidaksetaraan yang nyata dalam akses dan partisipasi perempuan di berbagai sektor kehidupan.

Kebijakan Luar Negeri Feminis: Swedia sebagai Teladan Kesetaraan Gender

Dalam menanggapi realitas kesenjangan gender global, beberapa negara telah mengadopsi pendekatan inovatif, seperti yang dilakukan oleh Swedia. Swedia dikenal sebagai negara dengan kebijakan luar negeri feminis yang mencerminkan komitmen yang kuat terhadap kesetaraan gender.

Swedia telah menetapkan kebijakan luar negeri feminis sebagai bagian integral dari strategi mereka. Hal ini tidak hanya mencakup upaya untuk mencapai kesetaraan gender tetapi juga menyatu dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, keamanan, dan perdamaian. Prinsip utama kebijakan kesetaraan gender Swedia adalah memastikan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak, kesempatan, dan kewajiban yang sama dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Baca juga: Magang di Pemerintahan Desa: Membangun Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Inovatif Mahasiswa

Swedia dan Upaya Membangun Women Entrepreneurship di Arab Saudi

Swedia tidak hanya menerapkan kebijakan kesetaraan gender di dalam negerinya sendiri tetapi juga mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan kesetaraan di luar batas negaranya. Pada tahun 2014, Menteri Luar Negeri Swedia, Margot Wallstrom, menetapkan kebijakan luar negeri feminis atau Feminist Foreign Policy (FFP) sebagai bentuk dukungan terhadap kesetaraan gender di seluruh dunia.

Dalam kerangka kebijakan luar negeri feminis, Swedia menjalin kerja sama dengan Arab Saudi dalam membangun women entrepreneurship. Pada tahun 2017, Swedia meluncurkan SHE-Leads Program, sebuah program yang berfokus pada memberdayakan perempuan Arab Saudi untuk menjadi wirausahawan atau inovator. Program ini menciptakan jaringan, pertemuan, dan pendidikan untuk melatih perempuan Arab Saudi dalam berbagai aspek kewirausahaan.

Realitas Kesenjangan Gender di Arab Saudi dan Tantangan untuk Perubahan

Arab Saudi, sebagai negara dengan latar belakang budaya dan agama yang kuat, masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai kesetaraan gender. Meskipun telah ada beberapa perubahan positif, seperti izin mengemudi bagi perempuan dan akses lebih besar ke sektor-sektor tertentu, kesenjangan gender masih sangat nyata.

Berdasarkan Global Gender Gap Index, Arab Saudi menduduki peringkat ke-138 dari 144 negara secara keseluruhan. Faktor-faktor seperti pandangan patriarki terhadap peran perempuan, keterbatasan dalam partisipasi ekonomi, dan norma-norma sosial yang kuat masih menjadi hambatan bagi kemajuan kesetaraan gender di Arab Saudi.

Menggabungkan Pendekatan Feminis dan Keberlanjutan di Arab Saudi

Upaya kerja sama antara Swedia dan Arab Saudi dalam membangun women entrepreneurship menciptakan model yang menarik. Kedua negara mencoba untuk menyatukan budaya dan nilai-nilai mereka untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan perempuan di dunia bisnis.

Meskipun Arab Saudi menghadapi tantangan dalam mengubah norma-norma sosial dan budaya yang telah lama terpengaruh oleh faktor agama, kerja sama ini menunjukkan bahwa melibatkan perempuan dalam dunia bisnis adalah langkah positif menuju kesetaraan.

Studi Kasus: Kebijakan Luar Negeri Feminis Swedia dan SHE-Leads Program

Dalam studi kasus ini, kebijakan luar negeri feminis Swedia dan SHE-Leads Program menjadi titik fokus. Swedia, dengan pendekatan yang holistik terhadap kesetaraan gender, telah menciptakan model yang dapat diadopsi oleh negara-negara lain. SHE-Leads Program menjadi contoh konkret dari implementasi kebijakan ini di tingkat internasional, menunjukkan bahwa perubahan dapat terjadi melalui kemitraan dan kolaborasi.

Baca juga: 10 Buku Sejarah Palestina yang Mendalam: Memahami Konflik yang Berkepanjangan

Penutup: Menuju Kebijakan Luar Negeri yang Inklusif dan Berkelanjutan

Dalam era di mana kesetaraan gender semakin diakui sebagai pilar pembangunan berkelanjutan, kebijakan luar negeri memiliki peran sentral dalam membentuk realitas kesetaraan global. Melalui pendekatan feminis dan kemitraan internasional, negara-negara dapat bersama-sama mengatasi tantangan kesenjangan gender dan menciptakan dunia yang lebih adil dan inklusif. Kebijakan luar negeri bukan hanya instrumen diplomasi tetapi juga kekuatan perubahan untuk mencapai kesetaraan gender di seluruh dunia.